Jumat, 31 Oktober 2008

TAK SEPERTI YANG DIBAYANGKAN

Ingin Jadi Sarjana
Ingin Cepat Kerja

Ingin Istri Cantik
Ingin Anak Anak Lucu
Ingin Punya Mobil
Ingin PunyaRumah
Ingin Jadi Pimpinan
Ingin Punya Jabatan
Ingin Punya Perusahaan
Ingin Usaha Lebih Dari Satu
Ingin Pengakuan
Mau apa lagi…?!? Masih Belum Puas....?!?

Ya Allah....
Semua telah Engkau berikan seperti yang kupinta.
Tetapi, keinginan keinginan itu semakin menjadi-jadi, tidak ada habisnya, semakin banyak keinginan-keinginan yang antri dalam dada ini, semakin menenggelamkanku, ada sesuatu yang hilang...
Astaghfirullah….
Manusiaa-Manusiaa..!!! Yah, manusia memang begitulah sifatnya, karena manusia terdiri dari jasad yang berasal dari unsur bumi yang selalu menarik-narik untuk mendapatkan seluruh yang ada di dunia, tetapi Engkau Maha Adil yang juga menciptakan unsur illahi yang selalu mengajak kembali kepada sang Pencipta sebagai penyeimbangnya.
Ya Allah Ya Rahman, tanpa tuntunanMu hamba tidak akan bisa melepaskan keterikatan & kecintaan pada dunia ini karena setiap hari harus bermain, bercengkerama, bergulat bersama mereka, sehingga ruhku tersendat-sendat melesat menuju dekapanMu.
Ya Allah Ya Rahim, hamba ingin dada yang lapang, dada yang tidak merasa memiliki karena semua hanya milikMu. Tuntunlah hamba ini menjadi khalifah di bumi ini yang Engkau ridhoi, menjadi manusia yang bermanfaat bagi manusia sekalian alam
Ya Allah Ya Hayyu Ya Qayyum, hamba ingin menjadi tempatMu meneruskan karyaMu, kreasiMu & RahmatMu, hamba hanya ingin menjadi pipa-pipaMu untuk menyalurkan air kehidupanMu tanpa ada rasa kepemilikan, keAKUan yang akan menghijab diri ini dariMu.
Ya Allah, Istiqomahkan diri ini dalam mengabdi kepadaMu
Wahai saudara saudaraku yang belum tercapai keinginan-keinginan dunia, janganlah bersedih, bergembiralah karena pencapaian dunia tidak akan membuat kita puas, tenang & bahagia, bahkan bisa menghijab diri denganNYA, karena asal diri kita bukan dari bumi, hanya wadah saja yang berasal dari bumi, tempat tertinggi kita bukan di sini, di dunai ini. Tempat tertinggi kita adalah pada saat kita bersamaNYA.
Wassalam,
I-ONE

Sabtu, 11 Oktober 2008

ALLAH NOMOR SATU ATAU DUA ?


Suatu hari dalam diskusi tentang agama terjadi dialog antara beberapa pemeluk agama. Sang Moderator melemparkan pertanyaan “ Apakah orang Yahudi & Nasrani masuk surga ??? Tidaaak!!! Yang masuk surga hanya orang Islam !! Seru beberapa peserta muslim menjawab dengan serempak. Tetapi orang Nasrani & Yahudi secara bergantian juga tak mau kalah mengutip ayat ayat yang berada dalam Al Quran:
[Al Baqarah :62] Sesungguhnya orang-orang mu′min, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati
[Al Maidah: 69 ) Sesungguhnya orang-orang mu′min, orang-orang Yahudi, Shabiin dan orang-orang Nasrani, siapa saja (diantara mereka) yang benar-benar saleh, maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
Ayat tersebut memang dapat membuat banyak penafsiran, ada yang mengatakan ketiganya (Yahudi, Nasrani, Shabiin) akan menerima pahala dari Allah setelah beragama Islam dulu. Ada juga yang berpendapat semua akan mendapat pahala meskipun berlabel Yahudi, Nasrani & Shabiin selama mereka percaya (beriman) pada Allah.
Seorang peserta Muslim menjawabnya dengan lantang : “Yang namanya beriman itu tidak sekedar percaya saja tetapi juga harus TIDAK MENYEKUTUKANNYA !!
Dari diskusi di atas saya hanya ingin melihat kepada diri kita sendiri & kemauan kita menguliti ketaukhidan diri sendiri ( untuk Yahudi & Nasrani biarlah jadi urusan mereka). Benarkah dalam kehidupan kita selama ini kita juga benar benar sudah tidak menyekutukanNya? Untuk mengukurnya, ada sedikit test question kepada diri kita masing masing :
  • Apakah pada saat kita menghadap Allah atau untuk bisa dekat dengan Allah, kita masih sering berusaha membayangkan/memvisualisasikan Allah dengan materi? (bisa berupa sosok manusia yang kita agungkan, patung, foto, cahaya, warna, getaran, frekuensi dsb) sedang kan Allah sudah jelas jelas tidak serupa dengan apa pun.
  • Apakah kita masih sering merasa aman berlindung kepada selain Allah? (bisa berupa batu, keris, patung,dukun, deposito/harta,dsb) Sehingga setiap ada kejadian, yang kita ingat pertama kali adalah karena daya benda benda tersebut, baru kemudian ingat Allah ( Allah nomor dua), yang biasanya diperhalus dengan kata kata “semua atas ijin Allah”.
Dari dua pertanyaan tersebut, semua jawaban hanya kita sendiri yang bisa mengukurnya. Saya tidak tahu isi hati & pikiran anda sekalian. Mari kita amati saja diri kita masing masing & nggak perlu mengarahkan telunjuk kepada yang lain.
Wassalam,
I-ONE

Jumat, 10 Oktober 2008

AH..TERNYATA KITA TIDAK BERBEDA DENGAN IBLIS

KESOMBONGAN adalah awal malapetaka, itulah kira-kira kata yang pas/cocok untuk kita semua, seperti kita ketahui bahwa diusirnya iblis dari Surga karena iblis tidak mau tunduk/patuh ketika diminta oleh Allah Swt untuk bersujud (maksudnya hormat bukan menyembah) kepada mahluk yang namanya manusia yaitu Adam As. Mengapa Iblis tidak mau melakukannya? Yah, karena dalam diri Iblis ada KESOMBONGAN, Iblis merasa lebih sempurna & lebih baik dari manusia karena dirinya terbuat dari Api, sedangkan manusia terbuat dari saripati tanah/air yang hina (Memang semua itu Grand skenario dari Allah tetapi dari sisi manusia sudah seharusnya kita mengambil hikmah/pelajaran dari setiap kejadian). Iblis telah dengan berani & bodohnya memikul & memelihara kesombongan itu, padahal kesombongan itu hanya milik Allah, hanya Allah yang berhak karena memang Dia yang bisa & berkuasa untuk melakukan segala sesuatu, sedangkan iblis & manusia hanyalah ciptaaNYa yang tidak mempunyai secuil daya atau kekuatan apapun. Kesombongan itu adalah selendang Allah, kita sebagai manusia tidak akan mampu memakainya karena kita memang bukan apa-apa, La haula wala kuwata Ilabillah …. Tidak ada kekuatan / daya apapun kecuali Allah. Kalau kita tetap ngotot memakai selendangnya, maka yang akan kita dapat adalah RASA/SUASANA TERSIKSA atau dalam bahasa agamanya disebut NERAKA. Tetapi ironisnya kita sebagai manusia melakukan hal bodoh seperti iblis tersebut meski tatarannya dalam kehidupan sosial kita. Kita sering merasa lebih sempurana, lebih cantik/tampan, lebih kaya, lebih berjasa, lebih pintar/cerdas, lebih bermartabat, lebih berilmu, lebih beragama, lebih berkuasa dsb. Semua lebih…, lebih… , lebih… itu kita akui sebagai milik kita atau sesuatu terjadi karena kita, sampai-sampai membuat kita lupa bahwa kita hanyalah sebagai corong/talang/jalan yang digunakan Allah untuk berkreasi di muka bumi ini, kita bukan decision maker, kita hanya sebagai hamba Allah yang dijadikan Allah untuk menyampaikan kehendakNYA. Kita tidak bisa menentukan rizki orang lain, kita tidak bisa menentukan kesuksesan orang lain, kita tidak bisa menentukan kadar keimanan orang lain, kadar kepahaman orang lain, kita hanya alatnya Allah untuk merealisasikan rencana rencanaNYA yang sudah tertulis di kitab kejadian. Nah, lalu kenapa kita masih sombong?, kenapa kita masih merasa memiliki, berkuasa, berjasa dsb?.

Kalau kita bandingkan dengan iblis, apakah kita lebih mulia, sama atau bahkan lebih buruk ? Untuk mengetahui jawabannya, kita analisa dahulu kadar keimanan dari mahluk yang namanya iblis. Kalau kita lihat sejarahnya, pada saat awal penciptaan iblis & manusia oleh Allah Swt, iblis memohon atau berdoa kepada Allah Swt untuk ditangguhkan siksa/adzabnya karena bersikeras untuk tidak patuh atau tidak melaksanakan syariat yaitu bersujud kepada Adam As. Dari gambaran tersebut bisa dilihat bahwa iblis ma'rifat (mengenal) kepada Allah, iblis tahu bahwa yang menciptakan mereka adalah Allah Swt, iblis meminta kepada Allah Swt bukan kepada selain Allah, tetapi mereka tidak bersyariat. Semua itu hanya karena Kesombongan yang dipeliharanya. Jadi bagaimana kedudukan manusia yang tidak mengenal atau tidak mau berusaha mengenal Allah & bagaimana kedudukan manusia yang meminta kepada selain Allah Swt ? Apakah mereka lebih baik atau lebih buruk dari iblis?, kemudian bagaimana dengan manusia yang mengaku mengenal & beriman kepada Allah tetapi tidak mau melaksanakan syariatNYA?, apakah kedudukannya lebih mulia atau sama atau bahkan lebih buruk dari iblis? Kesombongan hanya kan menimbulkan ketersiksaan ( suasana neraka ). Suatu contoh, kalau kita selalu membangga-banggakan atau menyombongkan kekusaan kita, pada saat kita tidak berkuasa lagi kita akan menjadi orang yang tersiksa, rendah diri & minder, orang di sekitar kita akan berubah sikap tidak seperti pada saat kita berkuasa. Contoh lain kalau kita selalu membanggakan harta kita, suatu saat jika Allah menghendaki untuk mengambilnya, lagi-lagi kita akan tersiksa, merasa sangat kehilangan bahkan mungkin depresi ( seperti banyak di alami saudara saudara kita yang tertimpa Tsunami, Gempa, Banjir dsb….. dalam sekejap semua musnah). Kalau sudah seperti ini, yang akan sangat berperan hanyalah kekuatan bathin kita (iman/islam/Ihksan).

Kita tinggal memilih, apakah perjalanan hidup kita ini hanya akan diisi dengan kesombongan, misalnya diisi hanya dengan simbol-simbol keislaman tanpa ruh islam atau kita beurasa terus mencari hingga benar-benar memahami dan kemudian menerapkannya? Semua ini adalah gambaran kehidupan di dunia, kita bayangkan saja di dunia siksanya terasa sangat berat, bagaiman dengan kehidupan akhirat? yang pasti akan terasa ribuan kali lipat. Suasana Kehidupan kita di dunia saat ini adalah cerminan kehidupan kita di akhirat. Jadi sebenarnya kita nggak usah repot-repot membayangkan masuk surga atau neraka setelah mati karena gambarannya bisa kita lihat pada kehidupan yang kita rasakan saat ini. So, terserah kita sekarang apakah mau lebih mulia, sama, atau lebih buruk dari iblis??!!!
Wassalam.
I-ONE

Selasa, 07 Oktober 2008


SUJUDKU

MENCINTAIMU, DENGAN SELURUH HATIKU
MENGHARAPKANMU, DIKALA JIWAKU SEPI
BILA LARUT MALAM, MATA TAK TERPEJAM

AKU HAMPA TANPA CAHYAMU DI SINI

AIR MATAKU, HANYA UNTUK SANG KEKASIH
BULIR PELUHKU SEBAGAI TANDA SUNGGUHKU TIADA TERGANTIKAN DI SEMESTA INI
CINTAKU PADA ALLAH DAN PADA RASUL

SUJUD KENINGKU DITANAH INI
TERBURAI RASA INDAH PADAMU
INGIN KUBERJUMPA
INGIN KU MEMANDANG KU
MEMANG MERINDU

WAHAI SANG PENUNTUN JIWA...


Vocal : Farel Ramadhan Haidir
Lirik : Dody Iskandar Dinata
Arragement : Dody Iskandar Dinata

Senin, 06 Oktober 2008

UNTUK APA MANUSIA HIDUP ?

Pernahkah kita merenungkan untuk apa kita hidup di dunia ini? Apakah hidup kita sudah sesuai dengan ketentuan (karepe) Gusti Allah? Pertanyaan itu kelihatannya sederhana tetapi ternyata juga tidak mudah untuk menjawabnya, mari kita renungkan ayat di bawah ini:
" Tidak Aku ciptakan Jin & Manusia melainkan untuk beribadah kepadaKu "(QS Adz Dzaariyaat 56 )
Kita diciptakan di dunia ini hanya untuk mengabdi/beribadah kepada Allah, tidak ada tujuan lain. Lalu bagaimana cara mengabdinya? Untuk lebih mudahnya mari kita cermati dua bentuk ibadah seperti di bawah ini.
  • Ibadah yang berhubungan langsung dengan Allah yaitu ibadah RITUAL seperti shalat, puasa, mengaji, dll.
  • Ibadah yang berhubungan dengan manusia yaitu ibadah SOSIAL seperti zakat, sedekah, menolong sesama, mengunjungi orang sakit, dll.
Kedua hal tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, keduanya dalam rangka ibadah kepada Allah yang harus dijalankan secara seimbang karena manusia terdiri dari jasad & ruh. Namun sayangnya kebanyakan kita mengartikan ibadah hanya sebatas ibadah ritual saja. Kita merasa sudah mendapat tiket surga kalau sudah melaksanakan shalat, puasa, mengaji tanpa memperdulikan ibadah sosial yang berhubungan dengan manusia. Padahal Islam adalah agama Rahmatan lil alamin (membawa rahmat bagi alam semesta yang mencakup semua mahluk Allah diantaranya manusia, hewan, tumbuhan, dsb) Nabi Muhammad pernah menegur seorang yang setiap hari hanya sibuk di dalam masjid tanpa melakukan ibadah sosial.
Puncak dari keberhasilan ibadah khususnya sholat adalah kita terhindar dari perbuatan keji & mungkar (sombong, ngegosip, curiga, ngomel, memaki, mencaci, marah, menyakiti orang lain secara fisik ataupun menyakiti dengan kata kata, dll ). Kita harus berhati-hati terhadap siapapun karena Allah mengabulkan doa orang orang yang ikhlas & teraniaya, doa mereka mendapat prioritas utama untuk diijabah Allah. Lalu kira kira apa kriteria orang yang teraniaya itu? Orang yang teraniaya adalah orang yang tertindas, tertekan, merasa tidak bisa berbuat apa-apa terhadap perbuatan orang yang menyakiti, memarahi, mencaci, memaki, menggunjing, memfitnah, menghardik dan lain lain, mereka hanya bisa berkata kata dalam hati & kebanyakan mereka hanya bisa berdoa dalam hati. Contoh nyata dalam kehidupan keseharian kita orang orang yang sangat berpotensi teraniaya adalah orang fakir miskin, pengemis, pembantu, saudara2 kita yang lemah (lemah secara ekonomi ataupun jasmani), bahkan orang yang teraniaya bukan hanya sebatas itu, bisa jadi istri kita, suami kita, anak anak kita, nenek/kakek, cucu, saudara sekandung, tetangga, pegawai kita, dsb. Selama mereka tidak mempunyai kekuatan untuk membela diri dari perbuatan kita, mereka adalah tergolong orang yang sedang teraniaya, untuk itu kita harus berhati hati kepada setiap orang. Ada baiknya kita meniru budaya orang Indonesia (jawa) yang sedikit-dikit minta maaf (Nuwun Sewu, ngapunten) yang tujuannya supaya tidak ada yang tersakiti oleh tindakan atau kata kata kita.
Tujuan Allah memerintahkan beribadah (sosial) untuk melatih manusia supaya dalam kehidupan bermasyarakat tidak melakukan yang dilarang Allah karena akan merugikan diri sendiri (Allah tidak pernah menzalimi mahluknya, segala bencana/siksa karena perbuatan manusia itu sendiri QS : Al baqarah 57). Jadi, sebenarnya tinggal manusianya sendiri yang memilih. Ada hadist yang menjelaskan betapa gawatnya kesalahan antar manusia apabila tidak diselesaikan sewaktu masih hidup. Dalam hadis yang bersumber dari Abu Hurairairah r.a riwayat imam Bukhari, Nabi Muhammad SAW berpesan, “Barang siapa mempunyai tanggungan (kesalahan yang merugikan) kepada saudaranya, baik mengenai kehormatannya atau yang lain, hendaklah dimintakan halal/maaf sekarang juga, sebelum uang tidak laku….”. Di akherat uang tidak laku, tidak bisa untuk menebus kesalahan. Mumpung masih di dunia, belum di akherat, mari kita segera menyelesaikan masalah kita dengan sesama. Sebab jika tidak, masalah itu akan menjadi ganjalan kelak di akherat, ibadah ritual kita akan sia sia. Dalam hadist sahih yang lain, digambarkan betapa ruginya seorang ahli ibadah gara-gara kelakuannya yang tidak baik kepada sesama, pahala-pahala ibadah yang diharapkannya dapat mengantarkannya ke surga akan habis digunakan untuk ‘menebus’ kesalahan-kesalahannya terhadap sesama, bahkan karena besarnya tanggungan kesalahan itu, malah menjerumuskannya ke neraka, kalau istilah dagangnya bangkrut.
Jadi ada baiknya kita mulai memperbaiki diri & segera memperbaiki hubungan kepada sesama dengan saling meminta maaf, saling menjaga keselamatan dari lidah & tindakan kita seperti makna salam yang selalu kita ucapkan pada akhir sholat, saling menolong tanpa memandang suku, agama, ras, golongan, keturunan, jabatan, dll, supaya ibadah ibadah ritual kita kepada Allah tidak habis oleh kesalahan kesalahan kita terhadap sesama sebab Allah tidak akan menerima taubat / permohonan ampun kita jika orang yang kita sakiti tidak menghalalkan / memaafkan kesalahan kita.
MOHON MAAF LAHIR & BATHIN ATAS SEGALA KEKHILAFAN
SELAMAT IDUL FITRI 1429 H
Wassalam
I-ONE

MEMPERBAHARUI SYAHADAT

Sejak kecil kita sudah dikenalkan dengan Rukun Islam, salah satunya adalah syahadat, tetapi pernahkah kita merenungkan makna dari syahadat itu, mengapa syahadat terletak pada urutan pertama ? bukan sholat , zakat, puasa atau haji ? Mari kita coba bersama sama mengkaji kedalaman makna dari syahadat tesebut.
Syahadat merupakan pintu gerbang menuju Islam, tetapi kita sendiri memperdangkal makna syahadat itu sebatas lisan saja atau tepatnya jika seseorang sudah mengucapkan syahadat berarti sudah islam, atau jaminannya adalah surga, tetapi bernarkah sedangkal itu makna dari syahadat? Mari coba kita ulas dengan hati yang tenang tentang kedalaman makna syahadat. Syahadat adalah kesaksian kita terhadap keEsaan Allah Swt & Nabi Muhammad Saw sebagai utusannNya. Yang namanya bersaksi berarti benar benar memahami & menyaksikan bahwa Allah itu Tunggal, tidak ada tuhan tuhan selain Allah, kita tidak menuhankan, pikiran, masalah, rumah, mobil, anak, uang, jabatan dsb. Maksudnya…????!!! Padahal selama ini, perasaan kita tidak pernah menuhankan sesuatu selain Allah kan ? Ya benar, tetapi itu asumi kita bahwa tuhan yang kita sebut (tepatnya secara lisan) selama ini hanya Allah, tetapi kenyataanya sangat bertolakbelakang, Lho kok bisa!!! Itu argumen kita karena tidak terima…itu ngawur…sergah kita…..
Baiklah, mari kita amati di dalam dada / hati kita, pada saat bangun tidur apa yang pertama kita pikirkan atau ingat (dzikir), Allah kah atau yang lain (perkerjaan kita, masalah kita, hutang kita, dagangan kita, rumah kita, dsb). Begitu juga pada saat aktifitas kita sepanjang hari, apakah kita selalu sadar / ingat (dzikir) kepada Allah atau yang lain ? Dan juga pada saat mau tidur, ingatan kita apakah kepada Allah atau kepada segala keruwetan masalah yang kita hadapi ? Padahal Allah meminta kita untuk mengingatNya (dzikir) pada saat kita berbaring, duduk & berdiri supaya hati kita tenang. Tetapi agaknya kita saja yang membandel & TERLALU PERCAYA DIRI untuk tidak selalu mengingat Allah di setiap waktu. Misalkan pada saat kita mendapat kegembiraan, lisan kita hanya berucap Alhamdulillah, setelah itu kita larut dalam kegembiraan itu (kita hanya berucap SUWUN...!!! lalu kita asyik sendiri tanpa memperdulikanNYA lagi) atau pada saat kita mendapat kesusahan, kita selalu berdoa, tetapi setelah hilang kesulitan tersebut kita lupa lagi. Jadi frekuensi kita ingat ( dzikir) kepada Allah hanya pada saat tertentu & sedikit sekali prosentasenya. Padahal sekali lagi Allah jelas jelas menyatakan kalau kita ingat kepadanya sepanjang waktu pasti dijamin 100% hati jadi tenang. Lalu apa hubungannya dengan kita menuhankan sesuatu selain Allah ??? Sudah jelas dong hubungannya erat sekali karena dalam keseharian kita lebih banyak menyandarkan hidup kita kepada harta kita, mobil kita, jabatan kita, dagangan kita daripada kepada Tuhan, maksud lo gimana……!!!! Begini, sebelum kita mencoba mencari sandaran yang benar yaitu Allah, ada baiknya kita memahami dulu apa sih yang disebut dengan menuhankan ? Menuhannkan adalah meletakkan / menyandarkan kesadaran kita kepada sesuatu yang dianggap bisa melindungi /menjamin /mengayomi yang bisa membuat hati kita menjadi tenang / tentram. Jadi siapapun bisa merasa tenang setelah menyandarkan dirinya kepada sesuatu yang bisa dianggap melindunginya. Tapi masalahnya apakah sudah benar SANDARAN kita ? Misalkan, kita merasa masa depan kita aman kalau kita mempunyai Deposito di bank yang bunganya 5jt atau bisa mencukupi biaya hidup kita selama 1 bulan, kita merasa aman jika di rumah kita ada sebilah keris/pedang yang bisa menolak energi negatif, kita merasa aman kalau bisa mencapai jabatan tertentu. Contoh contoh tersebut adalah gambaran sandaran sandaran (tuhan tuhan) kita yang dianggap bisa menenangkan hati. Tetapi benarkah demikian ???? Kita kembali lagi bahwa Tuhan kita Adalah Allah yang Maha Tunggal, jika Allah menjamin ketenangan pada saat kita berada di wilayah Illahi maka tidak ada pasangannya, yang ada hanya ketenangan saja. Tetapi kalau sandaran kita selain Allah pasti akan menjumpai segala sesuatu berpasangan (tidak tunggal) sebab Allah menciptakan segala sesuatu di alam semesta ini selalu berpasangan (ada siang malam, senang susah, baik buruk, atas bawah, pria wanita, dll). Jadi kalau sandaran kita kepada selain Allah maka konsekuensinya selalu bertemu dengan pasangan tersebut, misalkan pada saat kita tenang punya deposito, pasti akan tidak tenang pada saat habis/hilang, pada saat kita punya jabatan menjadi tenang, maka pada saat diambil akan susah, karena semua berpasangan & tidak kekal. Kita boleh atau sah sah saja menolak semua uraian diatas karena kita mengaku selama ini Tuhan kita adalah Allah., tetapi hanya diri kita masing masing yang tahu apakah kita masuk didalamnya atau tidak.
Kembali ke pertaanyaan di atas mengapa Syahadat terletak pada urutan pertama di dalam Rukun Islam? Jawabanya adalah sebelum kita melaksanakan rukun rukun islam yang lain sebagai bentuk ketaatan & bekal kita dalam mejalankan kekhalifahan di muka bumi ini, kita harus lebih dulu bersaksi dengan benar (bukan hanya secara lisan) bahwa Allah adalah Dzat tempat kita bersandar. Tetapi bagaimana kita mau bersaksi kalau kita belum mengenalNYA ?, Semua tuntunannaya ada di dalam Al Quran, ya…kita di suruh IQRA (Membaca), tetapi arti Iqra jangan hanya diartikan membaca derngan tulisan saja, tetapi membaca tanda tanda kekuasaan & eksistensi Allah lewat semua kejadian yang ada di alam semesta ini termasuk dalam diri manusia. (Nabi Muhammad tidak bisa membaca secara tulis tetapi beliau dengan kejernihan hati bisa membacas bahasa qalam Tuhan).
Untuk mengenal sandaran kita (Allah) atau Dzat yang kita sembah, mari kita buka ayat ayat yang Insya Allah akan membuat kita tidak salah arah :
Al Baqarah 186 : Dan apabila hamba hambaKu bertanya kepadamu tentang AKU, maka sesungguhnya AKU DEKAT, aku kabulkan permohonan orang orang yang berdoa apabila dia berdoa kepadaKu, maka hendaklah mereka memenuhi segala perintahKu dan hendaklah mereka beriman kepadaKU, agar mereka selalu dalam kebenaran.
Al Qaf 16 : Dan sungguh, kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan KAMI LEBIH DEKAT DARIPADA URAT LEHERNYA.
Al Baqarah 115 : Dan milik Allah timur dan barat. KEMANAPUN KAMU MENGHADAP DISITULAH WAJAH ALLAH. Sungguh Allah Maha Luas, Maha Mengetahui.
Al Fussilat 54 : Ingatlah, sesungguhnya meraka dalam keraguan tentang pertemuan dengan Tuhannya. Ingatlah sesungguhnya DIA MELIPUTI segala sesuatu
Asy Syura 11 : Dia pencipta langit & bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan pasangan, dan dari jenis binatang ternak pasangan pasangan (pula). Dijadikan kamu berkembang biak dengan jalan itu. TIDAK ADA SESUATU APAPUN SERUPA DENGAN DIA, dan Dia Maha Mendengar, Maha Melihat.
Dari beberapa ayat tersebut sangat gamblang Allah menginformasikan bahwa Dia sangat Dekat bahkan lebih dekat dari urat leher kita. Kemudian ditegaskan lagi kemanapun kita menghadap, disitu pasti ada Allah, wah… gak bisa lari kemana mana dong….!!??? Masih ditambah lagi Dia meliputi segala sesuatu….kita tahu kan bahwa meliputi itu berarti bisa di luar , bisa di dalam, tidak beruang, tidak berdimensi waktu, tidak berdimensi jarak …..berarti kita tenggelam dong….???!!!! Tetapi perlu diingat bahwa Allah jangan dibayangkan seperti udara atau air karena DIA tidak bisa diserupakan dengan apapun !!!! Otak kita tidak akan mampu membayangkannya atau coba coba melihat dengan panca indera kita !!!! (Nabi Musa pernah ingin melihat Allah dengan mata, tetapi ketika Allah menampakkan dirinya kepada Gunung sehingga gunung meletus , musa pun pingsan) Kekuatan yang Maha Dahsyat itu yang menggerakkan kita, nafas kita, jantung kita, paru paru kita..kalau ingin bukti kedahsyatannya, coba lawan sunatullah tersebut, coba tahan gerak paru paru kita, 10-30 detik masih bisa, tetapi coba lawan dengan menahan 5 menit saja kita bisa wasalam….
Memang ada sebagian ulama yang menafsirkan Allah itu berdiam di arsy, yang meliputi itu adalah ilmuNYA bukan dzatNYA, yang dekat adalah kekuasaanNYA (Allah di langit), semua sah sah saja, tetapi saya lebih cenderung kepada DzatNya, karena Allah Maha Besar segalanya ( Allahu Akbar). Kalau Allah di langit & yang meliputi hanya ilmunya, berarti Allah itu berjarak dengan kita, berarti Allah tidak Maha Besar karena masih lebih besar alam semesta padahal langit, bumi, arsy , jarak, ruang & waktu adalah ciptaanNYA yang tidak mungkin lebih besar dari penciptanya.
Kembali kepada judul dia atas (Memperbaharui Syahadat), mari kita coba menata ulang lagi apakah syahadat yang kita ucapakan apakah hanya sebatas lisan (tanpa Makna) saja atau kita telah memahami & benar benar menjadi saksi bahwa hanya kepada Allahlah kita bersandar ( bertuhan ), bukan kepada problem kita, jabatan kita, harta kita atau dengan kata lain waktu yang kita miliki ini lebih banyak digunakan untuk ingat kepada Allah atau malah tersita oleh keruwetan kita sendiri ? Selama kita tidak benar benar menyerahkan segala urusan kita kepada Allah, pasti hati kita masih tidak akan tenang meskipun lisan kita mengucapkan Allah, Allah…Islam artinya BERSERAH DIRI, kalau kita benar benar berserah diri, maka Allah yang akan berperan… maka kita tinggal menyaksikan Allah menyelesaikan semuanya…kita sebagai saksi tinggal bilang… Oh… ternyata itu maksud Allah memberi pelajaran…Oh begini toh maksud Allah memberi ujian….Oh ini toh hikmahnya…. Oh..begini toh Allah menggiring kita untuk menjadi orang lebih bertaqwa…..dst….
Apabila Syahadat kita sudah benar, Insya Allah Rukun Rukun yang lain akan beres (sempurna) karena kita sudah menjadi saksi & tahu alamat yang kita sembah serta tempat kita bersandar, kita akan menjalankan rukun rukun tersebut bukan karena kewajiban lagi, tetapi sebagai kebutuhan sebagai khalifah di bumi ini.
Wassalam
I-ONE

Minggu, 05 Oktober 2008

HANYA 5x10 MENIT INGAT ALLAH


Sesungguhnya dalam penciptaan langit & bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda tanda bagi orang- orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keaadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata) “ Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa api neraka ( QS 3:190-191)
Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang ditentukan waktunya. Barang siapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala dunia, dan barang siapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula) kepadanya pahala akhirat itu. Dan Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur. ( QS 3:145 )

Ya Allah, ternyata hamba belum termasuk orang orang yang berakal
Ya Allah, ternyata hamba hanya sedikit mengingatMu dalam sehari
Ya Allah, ternyata hamba lebih banyak mengingat duniaMU
Ya Allah, ternyata hamba lebih banyak mengingat cita cita & ilmuMU di saat berdiri
Ya Allah, ternyata hamba lebih banyak mengingat energi, getaran, alam bawah sadar di saat duduk
Ya Allah, ternyata hamba lebih banyak mengingat mobil, rumah & perhiasan di saat berbaring
Ya Allah, ternyata hati hamba sering tergelincir dalam mengingatMU meski lisan berdzikir atas namaMu
Ya Allah, ternyata hamba lebih banyak menghendaki pahala dunia dari pada ridhoMU
Ya Allah, ternyata hamba jauh dari bersyukur dengan apa yang Engkau berikan
Ya Allah, Ampuni hamba, IHDINAS-SIRAATAL MUSTAQIIM........
Ya Allah, jangan biarkan hati hamba berdzikir selainMu
Ya Allah, Engkau Maha Tahu yang terbaik buat hambamu ini
Ya Allah, Hamba serahkan segala urusa kepadaMU
Ya Allah, Ampunilah hamba, dzikirkanlah hamba lurus kepadaMu sepanjang hidup...
Ya Allah, Ya Allah, Allah, Allah ...Hu..Hu..Hu...

I-ONE

MELURUSKAN NIAT


Di pinggiran sebuah kota dingin ada seorang Mursyid kedatangan beberapa orang dengan bermacam latar belakang, ada yang mantan Preman, seorang Akademisi, seorang Politisi, seorang Pengusaha, & seorang Santri. Kelima orang yang berbeda latar belakang tersebut mempunyai tujuan yang sama, yakni ingin mengenal Allah. Tak terkecuali si Santri yang sebenarnya sudah khatam baca Al Quran berkali kali tetapi masih merasakan kekeringan jiwanya, hidupnya masih jauh dari Islam yang Rahmatan lil alamin.Kelima orang tersebut menginginkan suatu amalan ataupun cara untuk mengenal Allah. Singkat cerita sang Mursyid (Pembimbing) memberikan amalan kepada kelima orang tersebut dengan amalan yang berbeda beda sesuai dengan kondisi/kadar masing masing, ada yang diberi amalan Qulhu, Ayat Kursi, Al Fatekha, Doa-Doa Nabi, nukilan dari ayat Quran, dsb, yang masing masing harus dilakukan setelah sholat lima waktu dan sholat tengah malam selama 40 hari.
Empat puluh hari pun berlalu, kelima orang tersebut kembali mendatangi sang Mursyid untuk memberi kabar perkembangan spiritual mereka, maka terjadilah dialog diantara mereka :
Sang Mursyid bertanya : Wahai saudara saudaraku seperjalanan, bisakah kalian menceritakan pengalaman yang kalian dapatkan setelah empat puluh hari ?
Orang ke 1, dengan bangganya berkata : Saya telah mengenal Allah, saat ini saya bisa melihat sesuatu yang akan terjadi (weruh sak durunge winarang) dan saya bisa melihat mahluk selain manusia.
Orang ke 2, dengan tangkasnya juga menceritakan : Saat berdzikir, tubuh saya bisa melayang layang, saya bisa pergi ke mana- mana untuk melihat suatu tempat tanpa berpindah dari tempat duduk. ( ngrogo sukmo )
Orang ke 3, juga tak mau kalah berkata : Saya telah mengenal Allah, Sekarang saya bisa menyembuhkan orang sakit, saya bisa mengobati orang sakit hanya dengan air yang saya beri doa atau saya salurkan getaran.
Orang ke 4 : Setelah mengamalkan amalan tersebut, usaha saya mengalami kemajuan pesat, order berdatangan, sampai harus menolak nolak order, rezeki saya berlimpah limpah
Orang ke 5 berkata : Saat berdzikir, saya merasakan kebahagiaan yang sangat, kenikmatan, keheningan, adem ayem, tentram, mantheng….seakan-akan nggak mau ngapa-ngapain lagi…uenak pol....saya telah mengenal Allah., tuturnya
Mendengar penuturan kelima orang tersebut sang Mursyid dengan tersenyum bertanya : Apakah kalian sudah merasa mengenal Allah?
Kelima orang tersebut serentak menjawab …… Ya…!! Kami telah mengenalNya…Alhamdulillah....
Dengan sedikit menggoda Sang Mursyid pun kembali bertanya : Jika suatu saat karomah yang kalian rasakan/peroleh saat ini dari amalan tersebut hilang bagaimana ? Apakah kalian masih tetap merasa mengenal Allah? apakah kalian akan tetap berdzikir ?
Kelima orang tersebut tertegun dengan pertanyaan sang Mursyid : …!@#$$%%^^&&&***()!!!???????^%$^^^ ( mereka semua tidak bisa menjawab pertanyaan sang Mursyid yang tidak disangka sangka itu, diam diam dalam hati mereka ada rasa ketakutan kalau nggak bisa menerawang, menyembuhkan orang lagi, nggak bisa melayang-layang lagi, rezekinya berkurang, dsb )
Dengan bijaksana sang Mursyid memberi wejangan : Allah itu seperti sangkaan hambanya, jika kalian merasa mengenal Allah sebatas ilmunya atau apa yang kalian alami/peroleh, maka Tuhan kalian hanya sebatas itu. Tetapi jika kalian memperluas sangkaan, maka akan lebih luas/besar lagi yang kalian peroleh. Jangan kita berhenti pada ilmu atau karomah saja, tetaplah lurus seperti doa yang selalu kita ucapkan dalam sholat “ kuhadapkan wajahku ke WajahNYA dengan Lurus “
Sambil terbengong bengong salah seorang memberanikan diri bertanya : Maksud Mursyid bagaimana ?
Sang Mursyid berkata : Saya tidak akan menjelaskan dengan kata kata karena tak akan mampu menampungnya, tetapi harus dijalani ( seperti kalau kalian ingin tahu rasanya gula, tidak hanya sekedar difinisi manis, tetapi harus dijilat/dirasakan). Nah, mulai saat ini, tinggalkan/letakkan pengalaman semua itu... ( Kelimanya semakin bingung, mereka berkata dalam hati, Mursyid ini bagaimana sih, kita yang sudah mulai menemukan Tuhan & merasa enak/bahagia kok malah disuruh berhenti / meletakkan semua itu.). Kalian kembalilah ke sini bulan depan, gantilah dzikir yang telah kuberikan dahulu dengan menyebut Allah…Allah… Allah…amalkan apa yang telah kuberikan tanpa terbatas jumlahnya & dengan satu syarat, sekali lagi tinggalkan pengalaman pengalaman kalian 40 hari kemarin.
Satu bulan pun telah berlalu, sang Mursyid kembali bertemu dengan kelima orang tersebut, seperti biasa sang Mursyid memulai pembicaraan dengan menanyakan : Apa yang kalian dapatkan setelah satu bulan ?
Kali ini jawaban mereka tidak seheroik jawaban bulan kemarin, mereka menjawab dengan rasa penuh Tawadu':
Orang ke 1 menjawab : SUBHANALLAH….
Orang ke 2 menjawab : ALHAMDULILLAH
Orang ke 3 menjawab : ALLAHU AKBAR
Orang ke 4 menjawab : LAA ILA HA ILLALLAH
Orang ke 5 menjawab : LAA HAULA WALLA QUWATTA
HANYA SESINGKAT ITUKAH JAWABAN MEREKA ….????????
Sang Mursyid pun tersenyum mendengar jawaban kelima orang tersebut karena atas Ridho Allah, dia telah berhasil menghantarkan/menjadi teman seperjalanan kelima orang tersebut untuk menemui Tuhannya yang tidak dapat diwakili dengan kata kata. Karena kelimanya telah meluruskan niat untuk mengenal yang Maha Hidup. Mereka telah bisa melewati langit pertama yaitu langit dunia dengan segala kenikmatan inderawi. Mereka telah bisa melewati langit kedua yang telah sempat menggoda (melengahkan mereka menuju Allah) karena baru terbukanya Mata Ghaibnya (belum terbukanya Mata Hatinya). Mereka telah bisa melewati langit ketiga, keempat sampai langit ke tujuh. Mereka telah mengalami perjumpaan dengan Allah....Ahad...Ahad....Tidak ada tujuan lain selain Allah, tidak ada sandaran lain selain Allah, tidak ada kekhawatiran atas sesuatu apapun, tidak ada kegelisahan dunia, tidak ada ke”aku”an, tidak ada kesombongan apapun, kita di dunia ini adalah wakil ( kepanjangan tangan ) Allah untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam. Yah..memang jalan untuk berjumpa dengan Sang Rabb memang selicin rambut dibelah tujuh seperti titian jembatan Siraatal Mustaqim. So...hati hati tergelincir...Wassalam
I-ONE