Selasa, 10 November 2009

Minggu, 26 Juli 2009

HILANGNYA SEBUAH HATI



-->
Bila syukur hilang di hati
Bila dunia mengikat diri
Takkan ada satu penolong
Yang mampu hapus sedihmu
Hanyalah Allah yang menghapuskan
Rasa sedihmu….Allah….!!!
Teguhkan Allah dalam gerakmu
Kan kau temukan rasa syukur itu
Di hatimu, di dadamu, di jiwamu,
Dan di desahan nafasmu
Bila hati terasa sepi
Bila waktu menyiksa diri
Takan ada satu penolong
Yang mampu hapus perihmu
Hanyalah Allah yang menghapuskan
Rasa perihhmu….Allah….!!!
Teguhkan Allah dalam gerakmu
Kan kau temukan rasa syukur itu
Di hatimu, di dadamu, di jiwamu,
Dan di desahan nafasmu

Vocal : Farel R. Haidir
Lyric : Dodi Iskandar Dinata
Arragement : Dodi Iskandar Dinata

Sabtu, 18 April 2009

MA'RIFATULLAH

Siapakah Tuhanmu !!
Pertanyaan itu sering kita dengar dari para penceramah atau guru guru agama sekolah kita pada saat membahas masalah kematian atau alam kubur dimana digambarkan sang malaikat sedang menginterogasi kita. Sejak dini pula kita sudah diberi bekal untuk memberikan jawaban yang mantap atas pertanyaan itu, yaitu “Allah“. Dengan bekal jawaban itu dengan pede pula kita merasa sudah aman dari hantaman gadha yang dibawa oleh sang malaikat. (sebelum kita lanjutkan kira kira apakah paradigma kita saat ini benar benar seperti itu ya?). Tetapi benarkah sudah aman dari gempuran malaikat dengan jawaban sesingkat itu? Bagaimana kira kira kalau sang penanya melanjutkan pertanyaannya “Siapakah Allah?” Mungkin karena kagetnya kita akan menjawab “Tuhanku “, kemudian malaikat bertanya lagi “Siapakah Tuhanmu?, jawaban kita balik lagi “Allah”, malaikat bertanya lagi “Siapakah Allah?” jawaban kita “Tuhanku”. Dalam kondisi seperti itu kira kira apakah kita akan aman dari hantaman gadhanya sang malaikat kalau jawaban kita mbulet, hanya berputar-putar alias tidak memahami alias hanya tahu namanya saja?
Mungkin inilah gambaran kita jika kita mengenal Allah hanya sebatas namanya saja, kita nggak bisa memberikan jawaban seperti yang diharapkan sang malaikat, padahal Alquran banyak & gamblang menjelaskan tentang Allah swt. Mengapa bisa seperti itu? Karena kita beragama hanya karena tradisi, karena kita beragama karena nenek moyang saja, karena kebetulan orang tua, kakek-nenek kita beragama Islam, kita hanya ikut ikutan tanpa ada keinginan untuk memperdalam. Kita beragama bukan karena hasil dari proses pencarian seperti yang dilakukan nabi Ibrahim as, kita lebih mengedepankan fanatisme yang akan menutup proses berkembangnya pemahaman yang mengarahkan kita untuk mengenalNya. Salah satu hal yang penting untuk dapat mengenalNya adalah adanya kemauan untuk datang/menghadap kepadaNya dengan tidak membawa status kita, ilmu-ilmu kita, kekuatan akal kita, file file yang ada di otak kita, (kata teman teman parkiran “ persnelingnya nol kan!” ). enolkan keinginan atau kehendak diri (ke-gheden karep), letakkan segala perolehan dunia kita, semua accesoris dunia itu, kita datang/menghadap kepadaNya dengan tidak membawa apa apa, pasrah, ikhlas, biarkan Allah yang mengaturnya. Selama kita mempunyai niat yang kuat, InsyaAllah akan dituntun sendiri olehNya dengan berbagai macam jalan yang terkadang kita tidak menyadarinya ( Allah Maha Lembut )
Allah akan membuka hijabNya atau mengenalkan diriNya kepada manusia dengan beragam cara, ada yang hanya didengarkan ayat ayatnya sudah langsung bersujud, tersungkur, ada yang harus diperlihatkan tanda tandaNya dulu melalui berbagai macam keajaiban alam semesta baru percaya, ada yang harus diberi ujian dulu baru tersadar, bahkan ada yang saking ndableknya harus dikeplek-keplekan, dibanting, dikucek-kucek dulu baru terbuka kesadaranya.. Semua tergantung kuatnya niat (kemauan) kita, tinggal pilih mau yang mana, kalau sampai sekarang kita juga masih ndablek, itu artinya kita sudah siap untuk keplek-keplekan. (diingatkan dengan berbagai problem kehidupa dunia yang menyiksa & menyesakkan dada). Silahkan pilih.....
Kalau kita mengenal Allah tidak hanya sebatas namanya saja (Dzat, Sifat, Asma & Af'alnya), maka kita akan semakin dekat kepadaNya, karena ma'rifat adalah awal perjalanan kita menuju kepadaNya, ma'rifat bukan tujuan akhir.
Wassalam,
I-ONE

Kamis, 12 Maret 2009

PUASA BENERAN YUK...!!!

Seperti yang sudah kita ketahui bersama puasa adalah sarana pelatihan untuk melatih kekuatan ruhani, sekaligus untuk keseimbangan & istirahatnya jasmani dari rutinitas. Sayangnya banyak diantara kita yang melakukan puasa hanya sekedar memenuhi kewajiban atau gugur kewajiban seperti halnya sholat, tanpa mau memahami & merasakan hasil dari puasa tersebut. Mari kita lihat sedikit gambaran suasana di bawah ini tentang kondisi orang yang sedang berpuasa sekaligus sebagai bahan renungan karena hal ini pasti terjadi pada diri kita masing masing.
1) Biasanya pagi hari kita melakukan rutinitas yang namanya sarapan ( bisa roti, makan nasi, secangkir susu atau kopi atau sekedar teh / air putih ), tetapi karena kita sedang berpuasa maka semua kenikmatan tersebut harus ditahan, hal ini akan berlaku sampai waktu maghrib (bayangkan hampir 13 jam kita menahan kenikmatan mulut & perut ini). Pada tahap ini sebagian besar orang berhasil melakukannya, artinya lulus dengan nilai 100…tetapi jangan senang dulu…!!??
2) Berangkat kerja ketemu dengan yang namanya macet di jalan, darah perlahan-lahan mulai naik ke dada, leher, terus ke ubun ubun, hati mulai nggrundel, mata berkali kali melihat jam tangan, tangan mulai pencet klakson satu, dua kali…kemudian… din.din..din…diiiiiinnnn ..!!!! hilanglah kendali diiringi dengan gatalnya mulut untuk mengeluh & mengumpat...cek…duh…hai minggir…! terkadang juga menyebut …. Ya Allah…!!! ( tapi intinya tetap mengeluh…)
3) Sampai di tempat kerja, begitu turun dari kendaraan, para staf bawahan pada ramai ramai memberi salam ( ada yang tulus ada yang takut karena posisi ), kita juga membalas memberi salam, tetapi diam diam dalam hati muncul “hm…mereka menghormati saya, memang semestinya begitu karena aku punya kemampuan, aku pantas jadi pemimpin”
4) Agak siang dikit, salah satu staf datang dengan memberi informasi bahwa telah terjadi penyelewengan dalam perusahan yang dilakukan oleh staf lain, saat itu juga jantung langsung berdebar debar, “ huh, berani benar dia melakukan ini, ini tidak bisa dibiarkan, belum tahu siapa saya….” Dengan nada keras, sampai sampai sang pemberi informasi jadi mengkeret (membuat suasana tidak nyaman).
5) Pada jam istirahat, setelah sholat dhuhur & dzikir yang tidak begitu lama, untuk mengisi waktu karena tidak ada jadwal makan siang, maka telivisi mulai dinyalakan, kebetulan chanelnya acara gosip selebriti…..tanpa terasa kita terhanyut oleh cerita sang presenter…..mata tak berkedip lihat presenternya, kemudian ikut-ikutan nambahi omongan meskipun tarafnya masih dalam hati….dasar artis….!! dasar laki laki, … dasar cewek ..dst…dst…
6) Setelah jam istirahat kembali ke ruangan, mulai beraktifitas lagi, menyusun rencana, strategi penjualan, atau rekap gaji staf…..tiba tiba perhatian tertuju kepada salah satu posisi staf, hm..tampaknya posisi ini cocok buat saudaraku yang baru lulus kuliah, berarti staf yang sekarang harus di rotasi….kalau perlu dipindah…( biasanya hal ini dilakukan tanpa ada rasa empati & tidak mau tahu kondisi/keadaan staf yang akan di pindah )
7) Pulang kantor, ketika berhenti di lampu merah ada seorang pengemis, kita langsung memberinya, pada lampu merah berikutnya ada seorang pengamen, kita pura pura tidak melihat atau diam, pada lampu merah ketiga ada seorang pengemis lagi, kita mulai bergumam dalam hati “ ada lagi!, tadi di sana sudah, enak benar orang ini, masih kuat kerja, badanya masih seger, dasar malas” tak terasa kita mulai berprasangka.
Sedikt banyak kita pasti pernah menemui kondisi seperti di atas meskipun beda versi & kondisi, dari gambaran tersebut kita bisa mengukur kadar kualitas puasa kita, kira kira apa yang akan kita dapat dari berpuasa sehari itu? apakah hanya akan mendapat lapar & haus (hanya puasa fisiknya saja) atau kita bisa melewati kondisi keadaan dari pagi hingga sore itu dengan lurus ( artinya ruhani kita juga berpuasa). Semua itu hanya diri kita yang bisa mengukur karena puasa adalah rahasia pribadi dengan Allah.
Setiap orang pasti mempunyai potensi maksiat indera yang menonjol dalam dirinya…
- Ada yang bisa menahan pandangan/syahwat tetapi masih suka mencela orang lain
- Ada yang suka beramal, menyantuni anak yatim tapi masih sering berprasangaka kepada pengamen, pengemis, pemulung dan sebangsanya
- Ada yang bisa menahan marah, tetapi masih suka nggrundel di belakang alias rasa rasan
- Ada yang sudah bisa menahan perut (makan & minum), tetapi mulutnya masih menyakitkan orang lain kalau berbicara
- Ada yang sudah rutin jama’ah di masjid tetapi masih sombong, merasa paling benar
- Ada yang sudah fasih ngaji bahasa arab & hafal hadist, tetapi perilakunya tidak rahmatan lilalamin ( tidak seuejuk, orang malah takut di dekatnya )
- Ada yang sudah bisa menjaga mulutnya tetapi tidak bisa menjaga pandangan mata
- dst
Dari semua indera yang dikaruniai Allah, hanya kita sendiri yang bisa memetakan, indera mana yang masih sering “mbrodol” atau sulit dikendalikan, untuk itulah puasa sangat manjur untuk memperbaiki akhlak kita, terserah mau puasa senin-kamis, puasa daud, puasa mutih (metode yg banyak dilakukan masyarakat jawa), puasa ramadhan, rajab dsb…..yang penting hasil dari puasanya bisa kita rasakan manfaatnya, karena tujuan utamanya melatih diri supaya lebih dekat dengan Sang Khaliq & mendapatkan ridhoNya, untuk urusan pahalanya serahkan pada Allah, gak usah dipikirin…
Wassalam,
I-ONE

Selasa, 03 Maret 2009

JANGAN SALAH PILIH

Pemilu sebentar lagi, musim kampanye segera tiba, kita harus pandai-pandai memilih pemimpin yang jujur, amanah, mengayomi dsb, dsb.... Tetapi sebelum kita memilih,mari melihat pada diri kita masing masing lebih dulu apakah pilihan hidup kita sudah benar? Karena hidup adalah Pilihan. Berapa banyak diantara kita yang belum memahami atau tidak mau memahami (cuek) kehidupan ini, kalau seperti itu sepertinya kita tidak ada bedanya dengan mahluk lain seperti tumbuhan atau hewan yang menjalani hidup tanpa memahami hakekatnya untuk apa hidup ini. Hewan selalu menjalankan rutinitas yang monoton ( tidur, bangun, makan, (beranak) tidur lagi, dst). Yah karena mereka memang didesain seperti itu, sedangkan manusia apakah juga didesain sama seperti itu?. Pagi bangun tidur, sarapan, kerja ( berburu nafkah ), pulang sore atau bahkan malam, makan, kemudian tidur lagi,...rutinitas seperti itu yang terus menerus kita lakukan sampai habis jatah hidup di dunia ini tanpa memahami makna hidup & membawa manfaat bagi sesama sekalian alam sekitarnya. Padahal kita kan diamanahi Allah sebagai khalifah di muka bumi ini untuk mengelolah, memberi manfaat & membangun peradaban yang merupakan salah satu bentuk ibadah sebagai mahlukNya. Bukankah kata kanjeng nabi manusia yang paling mulia adalah yang bermanfaat bagi orang lain & lingkungannya, bukan hanya untuk diri sendiri/keluarga/golongan saja?
Sebagian dari kita masih banyak yang tidak sempat bertafakur tentang kehidupan ini, kita tersibukan dengan rutinitas yang menyita waktu & tenaga hanya untuk urusan empat sehat lima sempurna alias isi perut, bahkan kita dengan seenaknya menabrak nilai nilai ajaran yang mulia untuk urusan perut, kekuasaan, harga diri, pengakuan dan konco konconya ini, yang lebih parah lagi, ada yang sifat sifat kehewanannya lebih dominan dalam kehidupananya, kita suka saling cakar, saling terkam, bahkan tega memakan bangkai saudaranya sendiri seperti yang diceritakan dalam Al Quran :
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang ( Al Hujurat 12 )
Ehm..., saking nikmatnya, tak terasa ternyata kita memang suka makan bangkai saudara sendiri walaupun secara lahiriah kita tidak terlihat melakukannya seperti Sumanto….glek…nyam..nyam..nyam.....Oh ya, sekalian sekedar mengingatkan bagi saudara saudaraku para caleg..hati hati ya dalam berorasi...ntar lagi kan musim kampanye.....jangan jadi Sumanto...hi..hi..hi...
Kembali lagi kepada masalah rutinitas di atas, dalam benak kita ini seakan sudah tertanam kuat yang namanya pepatah “berakit rakit ke hulu, berenang ke tepian, bersakit sakit dahulu, bersenang senang kemudian”, artinya kalau mau mencapai kebahagiaan atau kesenangan harus bersakit-sakit atau bersusah susah dahulu baru merasakan kesenangan. Sepertinya pepatah inilah yang membuat kita selalu sibuk mengejar angan angan/keinginan yang menenggelamkan kita kepada rutinitas untuk mencapai kesenangan/kebahagiaan sehingga kita lupa bahwa ada tugas yang lebih mulia, yaitu memberi manfaat kepada yang lain dalam kondisi apapun. (bukankah Allah sangat menyayangi hambanya yang menafkahkan hartanya pada saat lapang & sempit). Apakah tidak sebaiknya kita merubah paradigma dengan “ Bersenang senang sekarang , bersenang senang juga kemudian” maksudnya adalah dalam kondisi apapun kita tetap berbahagia/bersyukur (bukankah Allah akan menambah nikmat bagi hambaNya yang bersyukur). Kalau mau di kompres kedalam bahasa agama adalah “bahagia dunia & akhirat”, bahagia sekarang & nanti.
Kembali kepada pokok bahasan, Hidup adalah Pilihan, itulah yang membedakan manusia dengan mahkluk lain, tumbuhan & hewan sudah digariskan seperti itu, begitu juga dengan malaikat sudah didesain sebagai mahluk yang patuh, iblis didesain untuk membantah, mereka tidak punya pilihan, hanya manusia yang diberi pilihan oleh Allah, untuk itulah Allah melengkapi manusia dengan akal/pikiran, hati, ruh, jasad untuk dipergunakan mengarungi hidup di dunia ini yang mempunyai sistem sistem yang sangat canggih & akurat. Sistem tersebut terdiri dari berbagai macam variabel seperti, hukum sebab akibat, hukum tarik menarik, frekuensi, energi, getaran, hukum tolak menolak, resonansi dsb yang semua itu adalah Sunatullah.
Manusia bebas memilih jalan kebaikan atau keburukan (taqwa atau fujur), Allah tidak pernah menyiksa hamba hambanya, semua akibat ulah kita sendiri, semakin bening hati kita, semakin mudah hikmah yang kita ketahui, tetapi kalau hati sudah tertutupi dengan dengan debu (syirik, iri, dengki, hasut, curiga, sombong dsb ) maka kita tidak akan pernah tahu hikmah atau tabir dari setiap kejadian. Yang ada hanya merasa sumpek, tersiksa, mengeluh & tidak ikhlas. Hukum hukum itu akan tetap berjalan, siapa menanam padi akan tumbuh padi, kita menanam jagung akan tumbuh jagung, kita ngrasani orang, pasti akan dirasani, kita mencela orang, suatu saat akan dicela, kita mengambil hak orang lain, suatu saat kita akan kehilangan, kita menanam malas (tidak menanam apapun ) ya tidak dapat apa apa, bahkan terkadang bentuk bentuk kejadian dari balasan tersebut tidaklah selalu sama bahhkan bisa lebih parah, yang sama adalah modusnya, yaitu adanya hukum pembalasan atau hasil yang kita tanam. Misalkan suatu hari kita memaki orang, beberapa saat kemudian kepala kita dilanda pusing, tertabrak mobil, sariawan, telinga pekak dsb, bahkan hal ini sangat memungkinkan terjadi dengan skala kejadian yang lebih hebat lagi. Sedangkan dalam hal kebaikan, hukum-hukum itu juga berlaku sama, contohnya mudah dalam hal rizki, Allah akan memberikan rizki dari arah yang tidak disangka sangka kepada hambanya yang ikhlas meskipun nilai/nominal sedekahnya sedikit ( nilai atau nominal tidak akan berpengaruh dihadapan Allah, tetapi keikhlasannya)
Dengan kita memahami kehidupan & sunatullah yang berlaku, maka kita tidak lagi bingung melihat suatu kejadian itu apakah hukuman, cobaan, atau ujian. Kita akan senantiasa lebih dulu mengembalikan kepada perbuatan kita, bukan menyalahkan orang lain, lingkungan, bahkan Tuhan. Allah mempunyai kehendak tak terbatas yang salah satunya tertuang dalam sunatullah, tinggal kehendak manusia yang menyelaraskan dengan kehendakNya karena manusia diberi kehendak (terbatas), sekali lagi kita bisa memilih..terserah….lha wong kita sendiri yang menanggung resikonya.
Untuk memudahkan pemahaman, kita ambil perumpamaan hukum hukum Allah itu adalah program program yang ada di kalkulator, manusia tinggal pencet ( bebas memilih), jika pencetnya benar ( positif/ taqwa) maka hasilnya akan positif, misalkan 3+5, otomatis program yang akan berjalan menghasilkan 8, 8 itulah yang kan kita peroleh, sebaliknya jika pencet 3 – 5, maka hukum / program akan berjalan menghasilkan (-2 atau negatife/fujur ), itulah yang akan kita dapat, semua hasil hasilnya sudah terprogram dengan pasti, semakin besar & semakin sering kita pencet nilainya, semakin besar pulah hasilnya, entah itu positifnya atau negatifnya….sekali lagi terserah kita. Silahkan pencet atau tekan tombol..dimulai dari sekarang.....!!!!
Perhatian : Sekali salah pencet tombol, kalau tidak segera di “delete” maka hasilnya akan semakin berlipat/kwadrat ( Sekali kita salah memilih, kalau tidak segera bertobat (istighfar) maka Allah akan membiarkan kita jauh terperosok kedalam jurang kegelapan yang semua sudah tersistem dengan canggih & akurat,..... sunatullah...
Wassalam
I-ONE





Kamis, 22 Januari 2009

MENGAPA TERKENA SANTET ?

Jawabanya hanya satu….Hati kita sedang jauh dari Allah !!.
Mungkin kita gak terima dengan kalimat tersebut karena kita merasa sudah melakukan sholat, baca Alquran, bahkan puasa….itu ngawur…kita membela diri. Untuk mengurai benang merahnya, mari kita amati dulu dalam diri kita sendiri.
Sejujurnya, apakah setelah kita mengerjakan sholat masih suka memaki, mencela, ngegosip, memfitnah, membicarakan aib orang, iri, menyakiti orang lain, berprasangka, sombong dsb ? Kalau jawabanya iya berarti selama ini kita hanya “melakukan” sholat, bukan “mendirikan” sholat ( bukankah sholat mencegah perbuatan keji & mungkar? ), demikian juga ibadah-ibadah kita yang lain pasti masih hanya sebatas ritual ( kebiasaaan, budaya tanpa ada makna, sebatas gugur kewajiban ). Di sinilah kuncinya, kenapa banyak orang yang rajin sholat, mengaji, puasa dan rajin melakukan bentuk bentuk ibadah yang lain tetapi masih juga terkena yang namanya santet / sihir. Semua itu karena kualitas ibadah kita, memang, secara fisik / lisan kita melakukan ibadah, tetapi hati tidak nyambung ( tuning / shilatun ) kepada Allah, atau paling banter nyambungnya hanya pada saat melakukan ritual saja, setelah selesai ritual hati kita kembali turun derajatnya ke langit dunia, hati kita tidak lagi berada pada wilayah Illahi, padahal Allah meminta kita untuk berada di wilayah ini setiap saat ( ingat Allah pada saat berbaring, duduk & berdiri). Ternyata kita lebih suka berada di wilayah dunia yang pasti berpasangan / tidak tunggal ( ada siang-malam, panas-dingin, sehat-sakit, senang-susah, energi negatif-energi positif, ada mantera penyihir-ada mantera penangkal, dll),
Santet / sihir memang ada, tetapi semua itu akan jadi tidak ada jika posisi kita selalu shilatun/ nyambung kepada Allah, artinya setiap keluar masuknya nafas kita selalu ingat & tidak bertentangan dengan syariat Allah. Begitu kita berpaling atau berani menerobos aturan Allah karena kuatnya nafsu amarah & lawamah dalam diri kita, secara otomatis kita sudah berada di wilayah rendah ( tidak lagi di wilayah Illahi ) yang pada saat itu pula Allah meletakkan Syetan di dalam aliran darah kita. Jadi setan itu gak usah diusir-usir karena setan ada dalam aliran darah begitu kita lalai kepada Allah ( sudah tersystem seperti itu )
Santet/ sihir ada beberapa cara, bisa menggunakan bantuan mahluk sebangsa jin, kalau si penyantet menggunakan cara ini, sebenarnya sangat mudah untuk menangkalnya, segeralah kita berlari kepada Allah dengan sungguh sungguh & penuh keyakinan, karena iblis sendiri sudah menyatakan bahwa bangsa mereka tidak akan bisa mengganggu orang orang yang menyerahkan diri kepada Allah ( berislam )
Cara yang kedua adalah dengan cara mengirimkan energi negatif kepada sang korban, bisa melalui frekuensi/energi benda, getaran, halusinasi, affirmasi, hipnotis, dsb. Penangkalnya juga bemacam macam, ada yang tidurnya harus menyentuh lantai, menyimpan besi kuning, menanam bambu kuning dll. Tetapi masaalahnya apakah cara-cara seperti itu akan menambah kedekatan kita kepada Allah atau malah menghijab karena ingatan kita akan terfokus kepada benda penangkal tersebut. Bahkan kita akan disibukkan dengan hal hal seperti itu, kita akan lari kesana kemari untuk mencari penangkal, kita akan dibikin capek.
Sedikit tips untuk menghindari santet/sihir :
- Selalu dalam keadaan berserah diri kepada Allah
- Meningkatkan kualitas ibadah kita
- Hati tidak terpaut di wilayah dunia ( sebab akibat )
- Tidak menyakiti orang lain dengan kata-kata atau perbuatan
- Banyak meminta maaf kepada orang sekeliling kita ( silaturahim)
- Banyak menebar salam ( salam bukan hanya sekedar budaya atau identitas seorag muslim karena makna salam adalah saling mendoakan keselamatan bagi orang lain seperti yang dilatihkan dalam setiap akhir sholat )
Allah Maha adil, Allah tidak pernah menyiksa hambanya, segala sesuatu karena perbuatan manusia itu sendiri ( harus selalu bermuasabah), barang siapa menanam benih padi akan tumbuh padi, siapa menanam angin akan tumbuh badai, siapa menanam energi negatif akan mendapatkan negatif
Muslim yang paling muslim, menurut Nabi Muhammad SAW, ialah orang yang lisan dan tangannya tidak pernah menyakiti sesama. Mukmin sejati ialah orang yang lisan dan tangannya tidak menyakiti orang-orang lain. Orang mukmin bukanlah, orang yang suka melukai hati; bukan tukang melaknati; bukan orang yang suka bicara kasar kepada sesama.
Wassalam,
I-ONE