Pertanyaan itu sering kita dengar dari para penceramah atau guru guru agama sekolah kita pada saat membahas masalah kematian atau alam kubur dimana digambarkan sang malaikat sedang menginterogasi kita. Sejak dini pula kita sudah diberi bekal untuk memberikan jawaban yang mantap atas pertanyaan itu, yaitu “Allah“. Dengan bekal jawaban itu dengan pede pula kita merasa sudah aman dari hantaman gadha yang dibawa oleh sang malaikat. (sebelum kita lanjutkan kira kira apakah paradigma kita saat ini benar benar seperti itu ya?). Tetapi benarkah sudah aman dari gempuran malaikat dengan jawaban sesingkat itu? Bagaimana kira kira kalau sang penanya melanjutkan pertanyaannya “Siapakah Allah?” Mungkin karena kagetnya kita akan menjawab “Tuhanku “, kemudian malaikat bertanya lagi “Siapakah Tuhanmu?, jawaban kita balik lagi “Allah”, malaikat bertanya lagi “Siapakah Allah?” jawaban kita “Tuhanku”. Dalam kondisi seperti itu kira kira apakah kita akan aman dari hantaman gadhanya sang malaikat kalau jawaban kita mbulet, hanya berputar-putar alias tidak memahami alias hanya tahu namanya saja?
Mungkin inilah gambaran kita jika kita mengenal Allah hanya sebatas namanya saja, kita nggak bisa memberikan jawaban seperti yang diharapkan sang malaikat, padahal Alquran banyak & gamblang menjelaskan tentang Allah swt. Mengapa bisa seperti itu? Karena kita beragama hanya karena tradisi, karena kita beragama karena nenek moyang saja, karena kebetulan orang tua, kakek-nenek kita beragama Islam, kita hanya ikut ikutan tanpa ada keinginan untuk memperdalam. Kita beragama bukan karena hasil dari proses pencarian seperti yang dilakukan nabi Ibrahim as, kita lebih mengedepankan fanatisme yang akan menutup proses berkembangnya pemahaman yang mengarahkan kita untuk mengenalNya. Salah satu hal yang penting untuk dapat mengenalNya adalah adanya kemauan untuk datang/menghadap kepadaNya dengan tidak membawa status kita, ilmu-ilmu kita, kekuatan akal kita, file file yang ada di otak kita, (kata teman teman parkiran “ persnelingnya nol kan!” ). enolkan keinginan atau kehendak diri (ke-gheden karep), letakkan segala perolehan dunia kita, semua accesoris dunia itu, kita datang/menghadap kepadaNya dengan tidak membawa apa apa, pasrah, ikhlas, biarkan Allah yang mengaturnya. Selama kita mempunyai niat yang kuat, InsyaAllah akan dituntun sendiri olehNya dengan berbagai macam jalan yang terkadang kita tidak menyadarinya ( Allah Maha Lembut )
Allah akan membuka hijabNya atau mengenalkan diriNya kepada manusia dengan beragam cara, ada yang hanya didengarkan ayat ayatnya sudah langsung bersujud, tersungkur, ada yang harus diperlihatkan tanda tandaNya dulu melalui berbagai macam keajaiban alam semesta baru percaya, ada yang harus diberi ujian dulu baru tersadar, bahkan ada yang saking ndableknya harus dikeplek-keplekan, dibanting, dikucek-kucek dulu baru terbuka kesadaranya.. Semua tergantung kuatnya niat (kemauan) kita, tinggal pilih mau yang mana, kalau sampai sekarang kita juga masih ndablek, itu artinya kita sudah siap untuk keplek-keplekan. (diingatkan dengan berbagai problem kehidupa dunia yang menyiksa & menyesakkan dada). Silahkan pilih.....
Kalau kita mengenal Allah tidak hanya sebatas namanya saja (Dzat, Sifat, Asma & Af'alnya), maka kita akan semakin dekat kepadaNya, karena ma'rifat adalah awal perjalanan kita menuju kepadaNya, ma'rifat bukan tujuan akhir.
Wassalam,
I-ONE